Notification texts go here Contact Us Buy Now!

Budaya Permisivisme pada Masyarakat Moderen di Indonesia

Budaya permisivisme sering kali tercermin dalam sikap toleransi yang berlebihan terhadap tindakan yang bertentangan dengan hukum dan norma moral.
Please wait 0 seconds...
Scroll Down and click on Go to Link for destination
Congrats! Link is Generated
 Kejahatan sosial seperti korupsi, kekerasan, perundungan, dan narkoba akibat dari Premisivisme

Indonesia, sebagai negara dengan keragaman sosial dan budaya, menghadapi berbagai tantangan dalam menciptakan masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera. Salah satu isu yang semakin berkembang dan mempengaruhi kualitas kehidupan sosial adalah budaya permisivisme. Permisivisme, yang berasal dari kata “permissive” atau “memberi izin,” menggambarkan sikap membiarkan atau mengizinkan perilaku yang menyimpang dari norma atau aturan yang seharusnya berlaku. Dalam konteks sosial, permisivisme dapat menjadi akar penyebab meningkatnya kejahatan sosial yang merusak tatanan masyarakat. Disini saya akan sedikit mengulas bagaimana budaya permisivisme berhubungan dengan kejahatan sosial di Indonesia, serta faktor-faktor yang menyebabkan perkembangan sikap permisif ini dalam kehidupan masyarakat.

Kejahatan Sosial dan Permisivisme: Sebuah Hubungan yang Saling Menguatkan

Kejahatan sosial merujuk pada perilaku atau tindakan yang melanggar norma-norma sosial yang ada dalam masyarakat, seperti korupsi, kekerasan, perundungan, narkoba, hingga pelanggaran hak asasi manusia. Kejahatan sosial ini bukan hanya merusak tatanan masyarakat, tetapi juga menghambat kemajuan sosial yang inklusif. Salah satu faktor yang mendorong terjadinya kejahatan sosial adalah adanya budaya permisivisme—sebuah budaya yang mengabaikan atau bahkan menerima perilaku menyimpang.

Budaya permisivisme sering kali tercermin dalam sikap toleransi yang berlebihan terhadap tindakan yang bertentangan dengan hukum dan norma moral. Dalam masyarakat Indonesia, misalnya, kejahatan seperti korupsi atau penyelewengan sering kali dianggap biasa dan bahkan tidak jarang dibenarkan. Hal ini terjadi karena budaya permisivisme yang muncul dari ketidakpedulian, atau bahkan ketidakmampuan, dalam menegakkan hukum secara adil. Ketika masyarakat melihat bahwa kejahatan tidak mendapatkan hukuman yang setimpal atau tidak dihukum sama sekali, mereka mulai menganggap bahwa pelanggaran terhadap aturan adalah hal yang bisa diterima.

Bagaimana Budaya Permisivisme Berkembang di Indonesia

Budaya permisivisme di Indonesia berkembang karena sejumlah faktor sosial, politik, dan ekonomi. Salah satu faktor utama adalah ketidakadilan sosial yang meluas di masyarakat. Ketika masyarakat merasa bahwa sistem hukum tidak berjalan dengan baik, dan banyaknya ketimpangan sosial yang terjadi, mereka mulai mencari jalan pintas untuk bertahan hidup, yang kadang-kadang berujung pada perilaku menyimpang.

Kondisi ini diperburuk oleh lemahnya penegakan hukum dan kurangnya kesadaran sosial yang tinggi dalam masyarakat. Misalnya, dalam kasus korupsi yang kerap terjadi di sektor publik, masyarakat cenderung berpikir bahwa “semua orang juga melakukannya” dan bahwa korupsi adalah bagian dari cara untuk bertahan hidup di tengah kesulitan ekonomi. Ditambah dengan fenomena nepotisme dan kolusi, budaya permisivisme ini makin mengakar, bahkan dalam kalangan orang-orang yang berkuasa sekalipun.

Menurut Dr. Zainal Arifin Mochtar, dalam artikel jurnalnya "Kehidupan Sosial dan Hukuman Sosial di Indonesia", kondisi ini mencerminkan ketidakmampuan negara dalam menegakkan hukum dengan tegas. Penegakan hukum yang tidak konsisten hanya memperburuk situasi, membuat banyak orang merasa bahwa tidak ada konsekuensi yang serius bagi tindakan mereka yang melanggar norma.

Kondisi Sosial Budaya yang Memperburuk Permisivisme

Di Indonesia, selain ketidakadilan sosial, faktor budaya juga berperan besar dalam memperburuk budaya permisivisme. Tradisi gotong royong dan toleransi dalam masyarakat, meskipun memiliki nilai positif, kadang-kadang diterjemahkan secara salah dalam konteks toleransi terhadap perilaku yang tidak seharusnya diterima. Dalam banyak kasus, masyarakat lebih memilih diam atau membiarkan tindakan yang merugikan orang lain demi menjaga keharmonisan atau karena rasa takut akan akibat yang mungkin timbul jika berkonfrontasi.

Pendidikan juga memiliki peran penting dalam membentuk sikap permisif ini. Jika nilai-nilai moral dan etika tidak diajarkan dengan baik di lingkungan pendidikan, anak-anak muda akan lebih rentan untuk menganggap perilaku buruk sebagai sesuatu yang wajar dan bisa diterima. Ini adalah tantangan besar, karena generasi muda adalah agen perubahan bagi masa depan Indonesia.

Baca Juga : Jenis - Jenis Cybercrime Kejahatan Dunia Maya 

Menurut sosiolog Indonesia, Soerjono Soekanto, dalam bukunya "Sosiologi Suatu Pengantar", budaya permisivisme muncul ketika norma-norma yang seharusnya ditegakkan mulai dilonggarkan, dan masyarakat mulai menganggap pelanggaran terhadap norma sosial sebagai hal yang biasa. Soekanto menyebutkan bahwa pengaruh budaya permisif dapat dilihat dari kurangnya sanksi sosial terhadap perilaku menyimpang, serta lemahnya sistem kontrol sosial yang ada di masyarakat. Ketika nilai-nilai moral tidak dijaga dengan baik, ini akan mengarah pada penurunan kualitas sosial dan peningkatan kejahatan.

Menghadapi Permisivisme

Untuk mengatasi budaya permisivisme, diperlukan pendekatan yang menyeluruh dan berkesinambungan. Pertama, penegakan hukum yang tegas dan adil harus menjadi prioritas utama. Tidak ada toleransi untuk tindakan yang merugikan orang banyak. Jika pelanggaran hukum tidak diberi sanksi yang tepat, maka masyarakat akan merasa bahwa melanggar hukum adalah hal yang dapat diterima.

Kedua, penting untuk menanamkan nilai-nilai moral dan etika sejak dini melalui pendidikan. Pendidikan harus mengajarkan pentingnya rasa tanggung jawab sosial, kesadaran akan hak dan kewajiban, serta perlunya menghormati norma dan hukum yang berlaku.

Sebagai individu, kita dapat mulai dengan memberi contoh yang baik kepada orang sekitar. Jangan mendukung perilaku yang merugikan orang lain, baik secara langsung maupun melalui pembiaran. Melaporkan tindakan kejahatan atau perilaku yang melanggar hukum adalah langkah pertama untuk menunjukkan bahwa kita tidak membiarkan budaya permisivisme tumbuh.

Penting juga untuk selalu meningkatkan kesadaran kolektif tentang pentingnya keadilan sosial, keberagaman, dan penegakan hukum yang adil bagi semua. Masyarakat yang sadar akan tanggung jawab sosialnya adalah kunci untuk menciptakan perubahan yang positif.

Kesimpulan

Budaya permisivisme adalah salah satu faktor utama yang mendorong meningkatnya kejahatan sosial di Indonesia. Kejahatan yang dibiarkan begitu saja karena toleransi berlebihan terhadap perilaku menyimpang akan merusak tatanan sosial. Oleh karena itu, kita perlu bersama-sama berusaha mengubah budaya permisif ini dengan menegakkan hukum secara adil, meningkatkan kesadaran moral dalam masyarakat, serta melibatkan generasi muda dalam menciptakan perubahan positif.

"Keadilan bukan hanya tentang menghukum yang salah, tetapi juga tentang mencegah kesalahan itu terjadi dengan memberi contoh yang benar." – Mahatma Gandhi

About the Author

I am passionate about Civil Engineering and enthusiastic about education and content writing.

إرسال تعليق

Cookie Consent
We serve cookies on this site to analyze traffic, remember your preferences, and optimize your experience.
Oops!
It seems there is something wrong with your internet connection. Please connect to the internet and start browsing again.
AdBlock Detected!
We have detected that you are using adblocking plugin in your browser.
The revenue we earn by the advertisements is used to manage this website, we request you to whitelist our website in your adblocking plugin.
Site is Blocked
Sorry! This site is not available in your country.